Menurut Anthony
Gregorc (Prijosaksono dkk. ,2006) ada dua kemungkinan dominasi
otak, yaitu: persepsi konkret dan abstrak, dan kemampuan pengaturan
secara sekuensial (linear) dan acak (nonlinear). Kedua kemungkinan dominasi otak ini dapat dipadukan menjadi empat kombinasi
kelompok yang disebut dengan cara
berpikir kita. Orang yang termasuk dua kategori ”sekuensial” cenderung
memiliki dominasi otak kiri (logis, analitis, sekuensial, linear dan rasional), sedang orang-orang yang berpikir
secara ”acak (random) biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan (acak,
tidak teratur, intuitif dan holistik).
Pemikir sekuensial konkret
memperhatikan dan mengingat detail dengan lebih
mudah, mengatur tugas dalam proses tahap demi tahap, dan berusaha mencapai
kesempurnaan. Mereka selalu memecahkan
masalah, dan mengambil keputusan berdasarkan fakta atau kenyataan dan
mengolah informasi dengan cara yang teratur, linear, dan sekuensial. Bagi para
sekuensial konkret, realitas terdiri dari apa yang mereka ketahui melalui indra
fisik mereka. Orang sekuensial
konkret selalu mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap dan
berusaha keras untuk mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap. Mereka
menyukai prosedur baku dan pengarahan.
Realitas bagi pemikir sekuensial
abstrak adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak. Mereka suka
berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi.
Proses berpikir mereka logis, rasional dan intelektual. Bentuk aktivitas
pemikir sekuensial abstrak adalah membaca, dan jika suatu proyek perlu
diteliti, mereka akan melakukannya
dengan mendalam. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab di balik akibat dan memahami teori serta konsep.
2. Berpikir Intuitif dan Reflektif
Banyak filosof dan ahli pendidikan memandang intuisi
sebagai strategi mental atau metode yang memungkinkan seseorang menyatakan
esensi/intisari suatu fenomena (Spinoza, 1967). Bahkan Poincare (Tall, 1992)
berargumentasi bahwa tidak ada aktivitas yang benar-benar kreatif dalam sains
dan matematika tanpa intuisi. Filosof
dan ahli pendidikan yang
berlainan kutub dengan penggunaan intuisi memandang bahwa penggunaan intuisi
merupakan bentuk elementer dan pengetahuan primitif (Muniri, 2009).
Pada dasarnya, seorang
matematikawan sering menggunakan intuisi dalam menyelesaikan masalah (problem
solving) sebelum merancang serangkaian langkah-langkah untuk membuktikannya.
Atau bahkan ide-ide intuitif sering membuka dan memberikan jalan dalam
menyelesaikan masalah matematika serta menyediakan petunjuk kearah pengembangan
topik-topik matematika.
Pada dasarnya pengetahuan
intuitif dipandang sebagai pengetahuan yang diterima secara langsung tanpa
melalui serangkaian bukti (Fischbein, 1994). Jadi pemahaman intuitif diartikan
sebagai pemahaman secara spontan terhadap suatu konsep tanpa harus melalui
bukti terlebih dahulu, seperti halnya kita dihadapkan pada masalah bilangan 2,
4, 6, dan seterusnya merupakan bilangan genap, kita dapat menerima dan
meyakininya tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu, dan apabila siswa diminta
untuk melanjutkan bilangan tersebut, hampir bisa dipastikan siswa akan menjawab
8, 10, 12 dan seterusnya walaupun aturuan umum dari bilangan deret tersebut
belum ditentukan.
Tatag
(2005) mengemukakan bahwa berpikir intutif dapat diartikan berpikir untuk
mendapatkan sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feeling) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasarkan kelaziman
fakta-fakta. Jadi orang yang berpikir secara intuitif, munculnya idea atau
konsep sering terjadi pada saat-saat
tertentu misalnya sedang rileks atau sedang asyik menikmati kopi atau musik .
Berpikir Reflektif kegiatan mental
untuk mengkaji ulang apa yang akan atau sedang diputuskan, kegiatan ini
memerlukan sedikit waktu dibandingkan dengan berpikir intuitif. Pada level
berpikir reflektif terjadi campur tangan antara aktivitas mental dengan
kesadaran diri /intropeksi. (Richard Skemp, 1974). Misalnya seorang pengemudi mengendarai motor
akan mengganti/menurunkan gear sebelum mencapai tikungan tajam. Seorang
penumpang yang masih belajar bertanya
kepada kita mengapa kita memindahkan
versnelling sebelum mencapai tikungan tajam. Biarpun kita telah berbuat begitu “tanpa
berpikir”, kita tidak kesulitan
untuk menjelaskan alasan
tersebut. Inilah reflektif merupakan sesuatu yang sangat penting dalam tingkat
pemikiran matematis.
No comments:
Post a Comment
Disarankan berkomentar menggunakan Akun Google+, komentar SPAM (menyertakan link hidup, minta kunjungan balik & nama blog) otomatis tidak akan muncul.
Pertanyaan silahkan ke halaman kontak, atau bertanya dulu kepada admin. terimakasih