Pages

Wednesday, February 06, 2013

CERDAS ALA RASULULLAH

Rasululloh

CERDAS ALA RASULULLAH


Perhatikanlah, betapa eloknya kata-kata Nabi. Nabi mengucapkannya secara jelas dan terang tanpa berbelit-belit yang kemudian diperhatikan secara penuh oleh anak. Beliau awali pembicaraan beliau dengan kata, "Nak!". Hal ini membangkitkan perhatian dan membuat anak merasa mendapat perhatian. dari orang lain.
Perhatikanlah pula bagaimana beliau memberikan penjelasan yang menyeluruh dan. utuh dengan berbicara kepada anak kecil dengan kalimat seperti itu.



 Apakah orang tua sudah mendengar atau membaca kaidah-kaidah menyeluruh yang bisa membangun pikiran cerdas dan akal anak agar hal itu mejadi pedoman baginya dalam menghadapi kehidupan? Demikianlah Rasulullah memberikan bimbingan kepada anak dengan. kata-kata beliau yang terang dan jelas agar bisa terbebas dari noda-noda penyakit hati seperti dengki, benci, dendam, intrik, dan seterusnya, melalui rantai pemikiran secara bertahap.

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa ia berkata, "Nabi pernah berkata kepadaku, "Wahai anakku sayang, jika engkau mampu di waktu pagi dan petang hari sementara di dalam. hatimu tidak terdapat kecurangan (khianat) kepada seorang pun, lakukanlah. Sebab, yang demikian itu adalah bagian dari sunnahku. Siapa yang menghidupkan sunnahku berarti menghidupkanku, dan siapa yang menghidupkanku kelak ia akan bersamaku di dalam surga."

Di sini Nabi menggunakan ungkapan ya bunayya, "wahai anakku sayang". Hal ini dimaksudkan untuk membangkitkan perasaan, menarik perhatian, dan membangunkan kesadaran. dan kecerdasan anak pada hadis yang disampaikan oleh beliau. Nabi menyusun informasi-informasi itu secara urut agar mudah dihafalkan oleh si anak. Beliau juga membuat mata rantai dalam berbicara agar mudah dipahami oleh anak. Di samping itu, beliau juga mengatakannya penuh kehangatan dengan kata-kata "wahai anakku sayang".

Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar yang paling klasik, tetapi masih dipakai orang di mana-mana hingga sekarang. Metode ceramah ialah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Dalam hal ini, guru biasanya memberikan uraian mengenai topik (pokok bahasan) tertentu di tempat tertentu dan dengan alokasi waktu tertentu pula.

Metode ceramah atau kuliah (lecture method) adalah sebuah cara melaksanakan pengajaran yang dilakukan guru secara monolog dan hubungan satu arah (one way communication). Aktivitas anak dalam pengajaran yang menggunakan metode ini hanya menyimak sambil sesekali mencatat. Meskipun begitu, para guru yang terbuka kadang-kadang memberi peluang bertanya kepada sebagian kecil siswanya.

Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi. Metode ini juga dipandang paling efektif untuk mengatasi kelangkaan literatur atau. rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan daya paham anak. Bagi guru bidang studi tertentu, misalnya bidang studi agama, keberhasilan penggunaan metode ceramah itu sangat bergantung pada kepiawaian guru. Bahkan, alat peraga dan alat bantu pengajaran yang modern pun terkadang tak diperlukan, misalnya dalam menerangkan pokok bahasan mengenai keimanan.

Untuk pengajaran pokok bahasan keimanan, metode ceramah hendaknya dipadukan dengan strategi yang relevan dengan alat peraga. Karena materi tauhid tidak dapat diperagakan dan sangat sukar didiskusikan. Dalam keyakinan Islam, wujud Tuhan, malaikat, nabi, rasul, hari, akhirat, dan seterusnya sama sekali tak dapat digambarkan atau diperagakan (divisualisasikan). Oleh karena itu, satu-satunya metode yang tepat untuk penyajian materi tauhid adalah ceramah. Penggunaan metode ceramah memerlukan kelincahan dan seni bicara guru agama, di samping penyajian cerita-cerita yang proporsional (tidak berlebihan atau seimbang). Pada akhir jam pelaJaran, guru agama juga dianjurkan membuka forum tanya jawab untuk mengetahui atau memperbaiki kadar pemahaman siswa atas pokok-pokok bahasan yang telah disajikan.

A.    Berkomunikasi Sesuai Kemampuan Rasionya

Seorang anak, sebagaimana makhluk hidup yang lain, mempunyai keterbatasan yang tidak bisa dilampauinya. Akal dan pikirannya masih dalam tahap perkembangan dan perluasan. Pengetahuan kedua orangtua dan para pendidik mengenai tingkat perkembangan anak-anak akan memudahkan bagi mereka untuk memecahkan sekian banyak persoalan yang dihadapi anak-anak, sebab mereka mengetahui kapan mereka harus berbicara. kepada anak, kata-kata macam apa yang digunakan, dan gagasan yang bagaimana yang mesti mereka disampaikan.

Sebagai dalilnya adalah bahwa sebelum berkecamuknya perang Badar, para sahabat menahan seorang anak yang sedang menggembala binatang milik orang Quraisy. Mereka menanyainya tentang jumlah tentara mereka. Ternyata ia tidak pandai menjawabnya dengan baik lalu. mereka pun memukulnya sampai akhirnya datanglah Rasulullah untuk menghadapi anak ini. Beliau adalah seorang yang paham betul tentang ilmu kejiwaan, dan tentunya hal ini tidak diragukan lagi. Beliau bertanya kepada anak itu, "Berapa ekor unta yang disembelih untuk keperluan makan mereka?" Anak itu menjawab, "Antara sembilan dan sepuluh." Beliau kernudian menyimpulkan, "Berarti jumlah musuh itu berkisar antara sembilan ratus hingga seribu pasukan." Beliau mengerti bahwa anak ini belum mengenal bilangan ribuan, namun sudah tahu bilangan puluhan. Puluhan apa? Puluhan unta yang tentunya mudah bagi anak untuk menghitungnya karena ukurannya yang begitu besar.

Rasulullah juga pernah memanggil anak perempuan kecil dengan menggunakan bahasa Habasyah yang bisa dipahaminya. Seandainya anak itu diajak bicara dengan menggunakan selain bahasa itu maka ia tidak tahu maksudnya. Ibnu Taimiyah dalam bukunya, lqtidha as-Shirath al-Mustaqim, menyebutkan bahwa Nabi pernah berkata kepada Ummu Khalid binti Khalid bin Said bin 'Ash ketika ia masih kecil dan ia adalah seorang anak yang lahir di Habasyah ketika ayahnya tur-ut hijrah ke sana, ketika Nabi memakaikan gamis kepadanya, ‘Hadza sana’! (Ini bagus!) Kata ‘sana’ dalam bahasa Habasyah berarti hasan (bagus; baik).

1.      Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Anak

Tugas pendidik yang terutama adalah membantu agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu, seorang pendidik harus memahami faktor-faktor yang memengaruhi atau menunjang perkembangan anak agar usaha pendidikan berjalan secara efisien dan efektif. Dalam perkembangan manusia menuju eksistensinya sebagai makhluk pribadi (individu), makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk beragaina, ada tiga hal yang secara aktif berinteraksi satu sama lain, yaitu:

a.       Pembawaan (yang merupakan potensi-potensi tertentu), seperti bakat, minat, kecerdasan, dan perasaan.

b.      Lingkungan, yaitu lingkungan fisik; seperti iklim, makanan, pakaian; rumah, lingkungan belajar, dan lingkungan sosial. Dalam hal ini, pendidikan, situasi umum (politik, ekonomi, sosial, dan budaya), suasana kekeluargaan, masyarakat, adat-istiadat (tempat pendidikan merupakan unsur yang penting) diperoleh melalui rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.

c.       Kemauan dan partisipasi aktif peserta didik dalam proses interaksi yang berlangsung.

Menurut A. Muri Yusuf (1985), tiap individu dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, kematangan atau kesiapan. Ini merupakan motivasi dalam diri peserta didik untuk berperan serta dalam suatu aktivitas. Kekuatan dari dalam ini akan menimbulkan reaksi yang responsif dan sekaligus akan menerima pendekatan yang persuasive. Kedua, belajar dan latihan. Hal ini akan membantu perkembangan peserta didik dalam menunjukkan kesiapan dan kematangannya.

Peranan/belajar/latihan, kemudian akan diikuti oleh pengalaman, akhimya mengembangkan kematangan dalam membentuk anak didik. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam menumbuhkan kepribadiannya dipengaruhi oleh kematangan, belajar atau latihan, dan pengalaman.

Menurut Bruner, perkembangan anak dalam proses belajar dapat dibedakan dalam tiga fase atau episode, yaitu informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi. Dalam tiap pelajaran kita memperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah dimiliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada. pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, misalnya tidak ada energi yang lenyap.

Transformasi. Informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini, bantuan guru sangat diperlukan. Evaluasi. Kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.

Ketiga episode tersebut selalu ada dalam proses belajar. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini, antara lain, juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.

2.      Perkembangan Intelektual Anak

Rasulullah melatih kecerdasan anak sesuai perkembangan otaknya. Pada contoh di atas Rasulullah berusaha memberi pelajaran sejauh mana anak kedl menggunakan kecerdasannya dalam menangkap apa saja yang pernah dilihat dan didapat dari pengalaman hidupnya tanpa harus memaksakan dan menuntut apa yang tidak diketahuinya. Sebab, apabila hal ini dipaksakan, tentunya malah membuat anak tidak dapat mengembangkan otaknya mengingat kemampuannya yang masih terbatas. Menurut penelitian Jean Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi dalam tiga taraf.

Pertama, fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun masa pra-sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada fase ini ia belum. dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Anak belum paham, misalnya, bila dikatakan bahwa matahari bergerak karena didorong Tuhan, dan bintang-bintang, seperti ia sendiri, harus tidur. Ia juga belum memahami konsep “reversibility”, bahwa benda yang diubah bentuknya, misalnya yang terbuat dari tanah liat, dapat dikembalikan (di- reverse) kepada bentuk semula. Karena itu, ia belum dapat memahami dasar matematika dan. fisika yang fundamental bahwa suatu jumlah tidak berubah bila dibagi dalam beberapa bagian, atau bahwa berat sesuatu tidak berubah bila bentuknya berubah.

Pada fase ini, kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada. anak sangat terbatas. Dalam kajian psikologi, usia 3-5 tahun ini dikenal dengan golden age, sebuah istilah yang menggambarkan betapa pentingnya tahapan usia ini dalam kehidupan anak. Tahap di saat anak berada dalam kepekaan belajar dari alam sekitarnya, baik melalui pengajaran dan pendidikan orangtua maupun dari kehidupan bermainnya. Kadang mereka bereksperimen pada kedua. sumber tersebut, seperti membantah atau menolak apa yang orangtua harapkan diperbuat oleh mereka sekadar mencari tahu reaksi. Dalam banyak kepustakaan digambarkan bahwa pada masa inilah berkembang sejumlah sifat utama, yang akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya, seperti konsep diri, sikap egosentris, meningkatnya rasa ingin tahu, belajar menimbang rasa, dan memecahkan masalah sendiri.

Kenyataannya, tidak hanya sifat-sifat dengan karakteristik baik saja yang muncul pada tahapan ini. Sifat-sifat dengan karakteristik tidak baik pun turut berkembang, seperti memililh teman imajiner, takut kegelapan dan monster, berbohong, mencuri, berbicara kata-kata porno, gagap, mengamuk tak henti di keramaian (tempertantrum), mogok sekolah, dan sebagainya. Dengan demildan, secara keseluruhan ditemukan sejumlah tingkah laku yang tidak ada. sebelumnya muncul dan menimbulkan rasa khawatir.

Kedua, fase operasi konkret. Dengan operasi ini anak memperoleh data tentang dunia, realitas dan mengubahnya dalam pikiran sedemikian rupa'sehingga dapat disusun atau diorganisasi dan digunakan secara selektif dalam pemecahan masalah-masalah. Bola biliar yang digulingkan ke tepi meja akan dipantulkan menurut sudut bola itu mengenai tepi meja itu. Anak berusia 4-5 tahun tidak melihatnya sebagai sesuatu problem masalah. Anak yang lebih tua, misalnya 10 tahun, melihat adanya hubungan itu dan anak yang berumur 13-14 tahun dapat melihat bahwa kedua sudut itu samaKemampuan anak untuk memahami gejala itu bergantung pada operasi mental masing-masing.

Operasi fase ini"internalized", artinya dalam. menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata, ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Internalisasi ini sangat penting karena dengan itu ia telah memilild sistem simbolis yang menggambarkan dunia ini. Namun, pada taraf operasi konkret ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. la belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau konkret atau yang belum pernah dialami sebelumnya ia belum sanggup mengantisipasi hal-hal yang tidak ada. Ia belum dapat melihat kemungkinan-kemungkinan alternatif untuk memecahkan suatu masalah. Pada usia antara 10-14 tahun anak itu lambat laun beralih kepada fase ketiga, yaitu fase "formal operations" atau operasi formal.

Ketiga, fase operasi formal. Pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya atau apa yang telah dialami sebelumnya. la. telah dapat memikirkan variabel-variabel yang mungkin atau hubungan-hubungan yang kemudian dapat diselidiki kebenarannya melalui eksperimen atau observasi. Operasi intelektual yang dilakukan oleh anak pada taraf ini telah banyak persamaannya dengan operasi logis yang dilakukan oleh ilmuwan atau pemikir abstrak. la dapat memberikan pernyataan formal tentang ide-ide yang konkret.

Artikel diatas akan kami lanjukan di postingan berikutnya dengan judul Cerdas ala Rasululloh Bagian II.